Minggu, 27 April 2008

Sukses Gelar Wayang Kulit Semalam Suntuk

Saya Orang Jawa,
Tapi Lupa Tokoh Way
ang

Menjadi ketua panitia penyelenggara Sarasehan Dalang Wayang Kulit dan pergelaran wayang kulit semalam suntuk, merupakan pekerjaan yang tak pernah terlintas di pikiran saya. Apalagi pergelaran tersebut mengusung Dalang kondang sak oang-onang sekaliber Ki Manteb Sudarsono, Kamis (21/3/2008) di RRI Palembang. Gak bisa saya bayangkan bagaimana saya harus mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk mengontak Ki Manteb. Sementara saya ini termasuk orang Jawa yang nggak njawani (tidak tahu tentang wayang dan tidak bisa berbahasa Jawa Inggil). Kalo saja bisa berbahasa Jawa, itupun bahasa pasaran alias ngoko (kasar). Saya sejak kecil dan besar di paran-paran (merantau) keluar Jawa dan dapat istri orang Melayu.

Saya sangat bersyukur, disaat saya sibuk ngurusi kepanitiaan Sarasehan dan pergelaran wayang kulit, istri saya sangat senang. Malah dia menjadi bagian dari kepanitiaan, terutama bertugas dalam bidang konsumsi termasuk bagi-bagi honor untuk pengrawit, sinden dan dalang. Tak hanya itu, istri saya yang sama sekali asing terhadap budaya wayang, begitu bersemangat menemani saya hingga sedalu natas (semalam suntuk). Istri saya tidak tahu apa yang dibicarakan dalang. Bila masyarakat penggemar wayang tertawa, istri saya ikut-ikutan tertawa. Padahal dia tidak tahu apa yang sedang ditertawakan orang.

Keikutsertaan istri saya dalam acara wayangan bukan sekali ini saja, pada beberapa bulan lalu saat pelantikan pengurus Persatuan Pedalangan Indonesia, dia juga ikut serta. Saya pikir mumpung dia tertarik, maka saya ajak supaya dia tahu dan memahami filsafah kehidupan. Wayang tak hanya sebuah tontonan, tetapi juga mengandung unsure-unsur pendidikan



























Salsa, Anis dan Aji naik speedboad mau berkunjung ke tempat nenek di Jalur 23 Airsugihan OKI